Butuh Bantuan?
Insomnia Biasanya Terjadi karena Apa ya?

Insomnia, gangguan tidur yang sering kita anggap sederhana, ternyata merupakan masalah yang lebih besar daripada kedengarannya. Di Indonesia sendiri, sekitar 10% dari populasi, atau sekitar 28 juta orang mengalami insomnia. Prevalensi ini bahkan menjadi yang tertinggi di Asia. Kira-kira, insomnia biasanya terjadi karena apa ya?
dr. Welly dalam wawancaranya bersama ANTARA mengatakan jika insomnia bukanlah penyakit, melainkan sebuah gejala yang bisa mencerminkan adanya gangguan psikologis, gaya hidup, atau masalah kesehatan yang lebih mendalam.
Insomnia ditandai dengan kesulitan memulai tidur, terbangun di tengah malam, atau bangun terlalu dini dan tidak bisa kembali tidur. Kondisi ini bisa berlangsung dalam waktu singkat atau menjadi kronis jika terjadi minimal tiga kali seminggu selama lebih dari satu bulan.
“Setiap individu dapat mengalami dan menderita insomnia. Hal itu dapat berlangsung sementara atau dalam jangka panjang. Kalau yang sementara hanya berlangsung beberapa hari, sementara insomnia kronis ditandai dengan kesulitan tidur minimal tiga hari per minggu selama satu bulan atau lebih,” kata dr. Welly.
Gejalanya juga bermacam-macam, mulai dari kesulitan tidur meski sedang lelah, sering terbangun di tengah malam, tidur tidak nyenyak, hingga merasa lelah sepanjang hari lantaran kurang tidur. Selain memengaruhi fisik, insomnia juga berdampak pada kualitas hidup dan kesehatan mental penderitanya. Kecemasan, depresi, dan stres sering menjadi sebab dan akibat insomnia yang bersifat psikologis.
Insomnia Biasanya Terjadi karena Apa ya?
dr. Welly menyoroti bahwa insomnia seringnya muncul akibat faktor psikologis seperti kecemasan, depresi, dan stres yang berkepanjangan. Namun, gaya hidup yang buruk juga turut menjadi penyebab utama. Termasuk pola tidur yang tidak teratur, konsumsi alkohol, dan minuman berkafein yang tinggi.
Dengan semakin kompleksnya kehidupan modern, tidak heran jika insomnia semakin sering kita temui. Terutama di kalangan mereka yang mengalami stres berlebihan atau memiliki kebiasaan tidur yang buruk. Terlebih, insomnia bisa terjadi karena banyak hal.
Selain itu, dr. Welly juga menjelaskan jika insomnia cenderung lebih banyak menyerang wanita daripada pria. Hal ini lantaran faktor hormonal, kecenderungan wanita untuk lebih sensitif secara emosional, dan aktivitas hingga larut malam yang sering kaum wanita lakukan.
Jenis dan Penyebab Insomnia
“Insomnia dapat digolongkan secara primer dan sekunder. Insomnia primer yakni tidak mampu tidur, bukan disebabkan oleh masalah kesehatan, sedangkan insomnia sekunder ditandai gangguan kesehatan, yang memengaruhi waktu tidur. Gangguan sekunder ini sering disebut juga insomnia komorbiditas,” ujar dr. Welly.
Insomnia primer tidak berhubungan dengan masalah kesehatan atau kondisi medis lainnya. Orang yang mengalami insomnia primer bisa saja memiliki pola tidur yang buruk atau mengalami stres sementara yang menyebabkan mereka sulit tidur.
Sementara insomnia sekunder, terjadi karena kondisi kesehatan lain, seperti gangguan pernapasan, hipertensi, atau penyakit kronis lainnya. Insomnia sekunder sering kali menjadi lebih serius karena terkait dengan masalah kesehatan fisik sekaligus mental.
Dampak Insomnia yang Berkepanjangan
Meski insomnia awalnya tampak sebagai masalah kecil, dampaknya terhadap kesehatan sangat besar jika berkepanjangan tanpa penanganan yang tepat. Insomnia kronis dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit serius seperti gangguan pernapasan, tekanan darah, kanker, hingga stroke.
Kurang tidur juga mengganggu fungsi kognitif, mempengaruhi suasana hati, dan menurunkan produktivitas. Dampak yang paling terasa, kurang tidur sering membuat konsentrasi buyar, daya ingat menurun, suasana hati yang tidak stabil, dan kesulitan mengendalikan emosi.
Menurut dr. Welly, insomnia kronis memerlukan perhatian medis yang serius untuk mencegah komplikasi kesehatan lebih lanjut. Penanganannya bisa dilakukan melalui metode farmakologis sekaligus non-farmakologis. Apa saja metode non-farmakologis tersebut?
- Menetapkan waktu tidur yang teratur.
- Menghindari aktivitas yang bisa mengganggu tidur, seperti menonton televisi atau menggunakan ponsel di tempat tidur.
- Menciptakan suasana kamar tidur yang nyaman, gelap, dan tenang.
- Praktik relaksasi, seperti hipnosis dan olahraga yoga.
- Konseling untuk mengatasi masalah psikologis seperti stres dan kecemasan.
Sementara untuk penanganan secara farmakologis, penderita bisa memanfaatkan obat-obatan bebas yang tersedia dengan atau tanpa resep dokter. Herba TDR salah satu obat herbal yang mengandung Centella asiatica, Myristica fragrans, dan Curcuma xanthorrhiza, terbukti secara empiris efektif untuk mengobati gangguan tidur.
Myristica fragrans memiliki efek sedasi terhadap reseptor GABA. Reseptor GABA ini adalah komponen penting pada proses tidur. Sementara Centella asiatica, mampu melancarkan peredaran darah, menjaga fungsi otak, sekaligus memberi efek menenangkan yang berguna untuk mengatasi insomnia.